FK UAD Menggelar Pelatihan Etika Emosi dan Sosial yang Santai tapi Mengena
Sebagai upaya menanggulangi berbagai macam fenomena sosial di media digital, Fakultas Kedokteran UAD mengadakan acara Pelatihan Etika Mahasiswa. Dengan mengangkat tema “Santai tapi Peka: Pelatihan Emosi dan Sosial Kekinian”, FK UAD bertujuan membekali mahasiswanya dengan softskill pengendalian emosi dan etika sosial di media digital. Pelatihan ini diadakan selama dua hari, 09-10 Mei 2025, bertempat di Amphiteater A dan B Gedung Fakultas Kedokteran UAD. Pada hari kedua, pelatihan ini juga diikuti oleh dosen dan tenaga kependidikan yang materinya menitik beratkan pada Gap Generation.
Pelatihan ini mengundang tiga narasumber yang telah pakar di bidangnya masing-masing. Narasumber pertama adalah Dr. Muhammad Najih Farihanto S.I.Kom., MA, yang merupakan dosen Ilmu Komunikasi di Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi (FSBK) UAD sekaligus influencer di media sosial Tiktok dan Instagram. Narasumber kedua adalah dr. Widea Rossi Desvita, Sp.KJ, seorang psikiater sekaligus dosen aktif di FK UAD. Dengan pengalaman beliau yang telah lama menjadi klinisi, beliau memberikan insight pengendalian emosi, khususnya bagi mahasiswa kedokteran. Narasumber ketiga adalah dr. Windy Aristiani, Sp. KJ. dari departemen psikiatri.
Etika Komunikasi di Era Digital
FOTO PEMATERI DR. MUH. NAJIH
Di awal pemaparannya, Dr. Muh. Najih Farihanto, S.I.Kom., M.A menyampaikan berbagai macam tantangan yang dihadapi para pengguna media sosial (medsos). Tantangan pertama adalah maraknya fenomena sosial di media digital yang perlu kita waspadai, seperti cyber crime, hoax, post-truth, dan akun alter. Tantangan kedua, tiap medsos memiliki karakteristiknya tersendiri sehingga pengguna harus bisa menyesuaikan diri. Tantangan ketiga datang dari karakteristik pengguna sosmed itu sendiri, terutama Gen Z. Ketiga tantangan tersebut seharusnya membuat mahasiswa sebagai pengguna aktif medsos lebih waspada dan lebih bijak dalam bersosial media.
Oleh karena itu, mahasiswa harus memiliki pemahaman yang baik mengenai etika sosial media sehingga bisa terhindar dari masalah-masalah yang mungkin timbul. Etika yang bisa diterapkan mahasiswa dalam menggunakan media sosial seperti:
- Melakukan pemilihan kata yang bijak
- Menghindari SARA, pornografi, dan kekerasan
- Membatasi informasi pribadi (tidak semua hal kita bagikan di media sosial)
- Selalu crosscheck informasi yang didapat
- Memahami etika profesi masing-masing, apalagi hal yang sensitif. Perhatikan persepsi orang lain yang akan mendapatkan informasi tersebut
Santai tapi Peka: Pelatihan Emosi dan Sosial Kekinian
FOTO PEMATERI dr. WIDEA
Mengutip materi yang disampaikan oleh dr. Widea, dunia mahasiswa kedokteran sangatlah dinamis sehingga seringkali menyebabkan mahasiswa emosi dan akhirnya meluapkan emosi tersebut ke media sosial. Luapan emosi merupakan hal yang sepenuhnya wajar. Akan tetapi, bisa menjadi tidak wajar apabila mahasiswa tidak bisa mengelolanya dengan baik.
Mahasiswa sering menjadikan medsos sebagai tempat untuk meluapkan emosi. Dengan melakukan hal tersebut, mahasiswa bisa memperoleh kelegaan dari emosi dirasakan Akan tetapi, perlu diketahui bahwa perilaku seperti itu bisa menimbulkan efek. Salah satunya adalah bisa menimbulkan persepsi negatif dari orang lain ke diri kita. Maksudnya adalah, luapan emosi yang kita curahkan di medsos akan kembali lagi ke diri kita dalam bentuk persepsi negatif dari orang lain. Hal ini tentu saja merugikan kita.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan emosi yang baik oleh mahasiswa kedokteran. Terdapat beberapa cara yang disampaikan oleh dr. Widea terkait penanganan emosi:
- Sharing dengan orang lain
- Menulis (journaling) atau menggambar
- Self talk
- Meditasi untuk meredamkan pikiran
- Meyakini bahwa suatu kejadian pasti ada hikmahnya.
Bijak Berekspresi dalam Social Media Practice
FOTO PEMATERI dr. WINDY
Di awal materi, dr. Windy Aristiani, Sp. KJ menyampaikan bahwa media sosial sering dijadikan sebagai tempat untuk meluapkan emosi. Hal ini bisa menimbulkan dampak positif kepada kesehatan mental, tetapi juga bisa menimbulkan dampak negatif. Positifnya, kita bisa mendapat dukungan dari pengguna medsos lain dan memberikan kelegaan. Akan tetapi, terlalu sering berekspresi dalam medsos malah akan menyebabkan emosi tidak terkelola dengan sehat. Dalam hal ini, penting bagi para pengguna medsos seperti mahasiswa untuk memahami batasan dalam berbagi di media sosial.
- Windy juga meng-highlight perbedaan antara perilaku responsif dan reactive dalam bersosial media. Responsif adalah ekspresi emosional yang melibatkan pemikiran sehingga individu tersebut dapat mengontrol emosinya. Berbeda dengan responsif, reactive adalah ekspresi emosional langsung terhadap stimulus tanpa dipikirkan dengan matang. Perilaku reactive inilah yang kebanyakan dilakukan oleh para pengguna media sosial dan perlu dikelola dengan bijak.
Ada beberapa strategi yang disampaikan oleh dr. Windy supaya mahasiswa dapat mengekspresikan emosi secara bijak antara lain:
- Refleksi diri mengenai emosi yang dirasakan dan penyebabnya
- Senantiasa memilih kata dengan bijak
- Mempertimbangkan audiens yang akan melihat postingan kita
- Menentukan waktu dan tempat yang tepat untuk mengekspresikan emosi kita di media sosial
Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan soft skill pengelolaan emosi bagi mahasiswa, dosen, dan tendik sekaligus memberikan pemahaman dan etika bersosial media. Selain itu, pelatihan ini sebagai bentuk menciptakan suasana akademik yang baik di Fakultas Kedokteran UAD. (Shaldhan & Heny)
